Press ESC to close

Penguatan Bawaslu di Hilir Jadi Kunci Integritas Pemilu, Akademisi UNDIP Soroti Kesenjangan Normatif-Praktik

Semarang, 20 Desember 2025 – Dalam seminar Seminar “Penguatan Tata Kelola Kelembagaan Pengawasan Pemilu” kerjasama Bawaslu RI dengan PC AIPI Semarang, Sabtu (20/12/2025) di Novotel Semarang. Ketua KBK Politik Elektoral FISIP Undip Dr.sos.Fitriyah menegaskan bahwa pengawasan pemilu di Indonesia masih menghadapi tantangan serius meskipun kerangka hukum telah diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

“Bawaslu saat ini sudah permanen, berjenjang hingga tingkat TPS, dan memiliki kewenangan adjudikatif. Namun, eksekusi putusan belum memiliki daya paksa yang kuat. Bawaslu kuat di hulu, tetapi lemah di hilir,” ujar Fitriyah. Ia menambahkan bahwa Pemilu 2024 menunjukkan politik uang tetap masif dan aktor kuat relatif sulit disentuh, sehingga Mahkamah Konstitusi menjadi ‘keranjang sampah’ sengketa pemilu.

Evolusi Pengawasan Pemilu: Dari Ad Hoc ke Quasi-Yudisial

Fitriyah memaparkan bahwa pengaturan pengawas pemilu di Indonesia telah berevolusi signifikan sejak era pra-reformasi. Pada masa UU 15/1969, pengawasan dilakukan oleh Panwas bersifat ad hoc dengan kewenangan sangat terbatas. Perubahan mulai terlihat pada Pemilu 1999 dan 2004, di mana Panwaslu tetap ad hoc tetapi mulai memiliki peran rekomendatif. Transformasi besar terjadi pada Pemilu 2009 dengan lahirnya Bawaslu permanen melalui UU 22/2007, yang kemudian diperkuat menjadi lembaga berjenjang dan quasi-yudisial pada Pemilu 2019 hingga sekarang.

Perbandingan dimensi pengawasan juga mencolok: dulu bersifat pasif, kini aktif dan preventif; dulu hanya administratif, sekarang mencakup aspek etik dan pidana; serta kedudukan yang semula pelengkap KPU kini menjadi penyeimbang dalam mekanisme checks and balances.

Ideal vs Realitas

Dalam paparannya, Fitriyah menekankan kesenjangan antara desain normatif dan praktik politik. Idealnya, Bawaslu harus menjadi guardian of electoral integrity dengan posisi independen, daya paksa institusional, dan perlindungan yang kuat. Namun, realitas menunjukkan pengawas masih rentan, eksekusi lemah, dan fokus pengawasan lebih pada tahapan ketimbang aktor politik.

Rekomendasi: Revisi UU Pemilu

Fitriyah merekomendasikan revisi UU Pemilu untuk memperkuat Bawaslu di hilir, mencakup daya paksa putusan, perlindungan pengawas, dan efektivitas politik pengawasan. “Sistem sudah bekerja, tetapi belum optimal. Kita perlu pengawasan yang bukan hanya prosedural, tetapi juga substantif,” tegasnya.